saya tergugah dengan sebuah ungkapan teman difacebook melalui status dan melahirkan diskusi kecil yang menurutku seru tuk disimak, berawal dari sebuah inisiatif teman perempuanku difacebook menjadikan status ungkapan einstein yang filosofis tentang relasi sains dan agama yang mengatakan bahwa ilmu pengetahuan tanpa agama adalah pincang, saya kemudian membuka khayalan masa lalu yang tanpa sengaja pernah kubaca kemudian kudiskusikan panjang bersama teman-teman ketika dikampus dahulu dibangku S1.
ungkapan metaforis itu berbunyi "ilmu pengetahuan tanpa agama adalah pincang dan agama tanpa ilmu pengetahuan adalah buta (albert einstein)", ungkapan ini menyita waktu panjang pada nalar tuk bekerja keras menguak tentang makna mendalam yang lebih atas maksud einstein mengungkapkan itu padahal pernah juga saya membaca sebuah artikel yang kuanggap benar sumbernya mengatakan “Tentu saja suatu dusta jika anda membaca tentang keyakinan-keyakinan keagamaan saya, suatu kebohongan yang dengan sistimatis diulang-ulang. Saya tidak percaya pada suatu Allah personal dan saya tidak pernah menyangkali hal ini tetapi telah mengungkapkannya dengan jelas. Jika ada sesuatu dalam diri saya yang dapat disebut religius, maka ini adalah suatu kekaguman tanpa batas terhadap struktur dunia yang sejauh ini sains dapat menyibaknya.” (Albert Einstein, The Human Side, 1954, disunting oleh Helen Dukas dan Banesh Hoffman, Princeton University Press). mungkin saja keduanya adalah sebuah tesa dan antitesa yang akan melahirkan sintesa bagi seorang instein yang kita kenal sangat rajin belajar dan membaca korpus-korpus tentang agama. meskipun disatu sisi seorang einstein sangat rajin belajar dan mendalami kitab-kitab keagamaan utamanya kitab budhisme tapi sampai sekarang saya belum pernah menemukan sumber yang mengatakan secara jelas tentang agama seorang einstein.
banyak artikel yang saya baca yang menyandingkan einstein dengan agama inilah agama itulah namun didalamnya hanya berupa ekspresi dan klaim atas pribadi dan pola hidup seorang einstein yang cenderung mirip dengan ekspresi dan pola hidup agamanya. kaum agamawan harus sadar diri bahwa dalam ilmu sosiolgy menjelaskan bahwa seseorang yang melebur dalam satu kelompok kemudian perilakunya sama dengan perilaku kelompok maka dia adalah bagian dari kelompok. meskipun demikian namun ini sangat beda dengan apa yang terjadi terhadap diri seorang einstein. tapi saya juga hanya sekedar menduga tentang agama seorang einstein bahwa einstein meskipun membingungkan kita tentang kejelasan agamanya bahkan naifnya ada yang berani mengatakan bahwa seorang eistein adalah atheis tapi sy justru tdk menganggap seorang einsten tidak beragama. sy percaya bahwa einstein belajar tentang agama-agama itu adalah keinginan ruhaniahnya yg kuat tuk mengungkap menyibak tabir tentang esensi dan eksistensi Tuhan. dari sanalah seorang einstein menyimpulkan tentang Tuhan bahwa Tuhan ada dalam pengetahuan. einsten beragama meskipun status keagamaannya tidak jelas sepanjang perjalanan hidupnya. bukankah Ibrahim pun pernah mengalami pengalaman yang sama sekian panjang mencari Tuhan dan akhirnya menemukan Tuhan diantara siang dan malam, dibalik matahari dan rembulan.. Ibrahim punya Tugas Ilahiah atas perjumpaannya dengan TuhanNya tuk menyebarkan tuhanNya. sangat berbeda dengan Einstein yang tak punya tugas apapun tuk menyebarkan Tuhannya..
jadi pandangan tentang atheisme einstein dan klaim ketuhanan einstein masih perlu kita pelajari secara mendalam terlepas dari asumsi benar-salah kita..
