Rabu, 25 Mei 2016

ASMAR DAN 24 : PERTARUHAN PRINSIP DAN KEYAKINAN MENUJU BAHAGIA


Kebahagiaan sebagai kesehatan mental yang terasosiasi lewat kebersamaan dengan orang lain (Johana, 2008).

Setiap orang ingin bahagia, ingin hidup senang, ingin semua harapan-harapannya terwujud, ingin mendapatkan sahabat-kawan-dan-lingkungan yang sehat. Singkatnya, kebahagiaan adalah kebutuhan yang selalu ingin diraih oleh setiap manusia dalam setiap nafas langkahnya. Kebahagiaan merupakan dasar pijakan manusia bertindak, berfikir dan berinteraksi dalam kurun panjang hidupnya. Kebahagiaan adalah salah satu variabel penting dalam mengukur sehat mental seseorang, orang yang bahagia dan selalu punya motif meraih kebahagiaan dalam riset (Johana,2008) diberikan predikat sebagai individu yang sehat. Ukuran itu tentunya seirama dengan ungkapan “dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang sehat”, diksi kuatnya adalah bahwa tuk tahu seseorang sehat adalah pada intensi seseorang tertawa, tersenyum, berfikir positif, dan beberapa perilaku simbolik lainnya yang positif. Kebahagian adalah tujuan dan bukanlah usaha, karena usahalah yang mewujudkan (melahirkan) kebahagiaan. Pertanyaan dasarnya adalah bagaimanakah kebahagiaan itu diraih ?.
Dalam menjawab pertanyaan diatas saya berangkat dari kisah aku dan sahabatku. Pengalaman ini menurutku menarik dan penuh makna, dalam hal ini sebagai model belajar untuk saya dalam meregulasi diri pada konteks proses pengintegrasian pengalaman, pengamatan, dan kebersamaan yang pernah kami lalui dalam mewujudkan kebahagian kolektif antara kami.  sadar tidak sadar sesungguhnya pengintegrasian antara ketiga elemen tersebut memberi sumbangsih besar dalam membangun diriku utamanya dalam aspek kongruensi konsepsi persahabatan yang kuanut dengan aktifitas-aktifitas ke-bersahabat-an kami dulu, sekarang, dan yang akan datang. Tak bisa dipungkiri bahwa seperdua dari keseluruhan hidup yang saya telah lewati adalah hasil karya yang telah dia buat. Seperti lukisan yang indah yang dibuat oleh banyak orang, dia adalah salah satu pelukisnya. Peran sentralnya sebagai salah satu pelukis adalah memberi warna keceriaan. corak makna ceria, bahagia, dan rasa damai pada lukisan tersebut merupakan goresan yang tulus sehingga setiap yang melihatnya merasakan sensasi ceria dan bahagia. Dia kawanku (asmar) memberi banyak makna dan nilai dalam perjalanan hidupku selama ini. Dia telah memberi makna lewat kenangan, pengalaman, dan pencapaian-pencapaian kebahagiaan yang kami raih bersama.
Sepanjang jalan kenangan yang kami telah lewati, esensinya adalah kebahagiaan. Walaupun disatu hal yang lain, kami terkadang harus melewatinya dengan terbanting oleh kerasnya pukulan hidup yang penuh tantangan tapi kawanku asmar adalah sosok tangguh yang berdaya lenting. Dia punya prinsip, prinsipnya mengakar jauh dalam jiwanya, mendasar menjadi tekad yang kokoh. Daya lenting adalah daya yang dimiliki oleh seseorang sebagai bentuk usaha meretas problem yang menerpa untuk bangkit kembali atau seringkali disebut dengan istilah Resiliensi. Itulah dia, kawanku itu punya daya Resiliensi pada setiap kejatuhan/kegalalan yang dia alami. Kegagalan baginya bukanlah musuh yang harus dia perangi dan bunuh melainkan kegagalan baginya adalah perwujudan kelemahan strategi dan taktis hidup sehingga setiap dia gagal dalam melakukan sesuatu maka dia akan kembali, mencoba menakar usaha dan upaya yang telah dia lakukan, kelemahannya akan dia gantikan dengan pencaharian solusi menutupinya dengan ide-ide dan strategi yang berbeda guna meraih tujuan perjuangannya tersebut. Seringkali dia harus bertaruh dengan harga dirinya, berjudi mempertaruhkan prinsipnya dalam meraih asa bahagianya dan kebahagiaan orang-orang terdekatnya (khususnya).
Sangat sulit menemukan sosok sepertinya, menemukan kawan yang setiap saat hadir baik suka maupun duka. Terus terang, dia kubentuk seperti Xiao Po dalam cerita film Kung fu panda sebagai pendekar terakhir yang punya tugas menjaga dan membasmi kejahatan. Tugas suci yang dibebankan pada dirinya berasal dari sebuah titah sang dhiyang biksu suci kura-kura tuk mencari si pendekar terakhir, diutuslah salah satu murid bernama Tiger untuk mencari mereka, tapi sebelum si Tiger (murid perguruan) berangkat justru gulungan yang didalamnya berisi titah sang biksu terpental jauh tertukar dengan gulungan lain yang bentuknya mirip, gulungan palsu itu berisikan namanya dan nama kawan-kawannya yang lain yang kelak akan menjadi sahabatnya dalam memikul berat tugas yang diembannya sebagai pendekar terakhir. Apa yang dapat kita petik dalam cerita Kung fu Panda ini adalah tentang nilai kebersamaan, persahabatan, dan kebijaksanaan bahwa hidup yang penuh tanggung jawab tak perlu dijadikan sebagai beban melainkan dijadikan sebagai takaran kebermaknaan diri bahwa kita masih ada dan orang lain memikulkan amanah sebagai tanda mereka membutuhkan kita. Pelajaran lain yang dapat kita tangkap bahwa takdir itu ada sekalipun tak nyata, dari seseorang yang tidak tahu sedikitpun tentang kung fu kemudian didaulat sebagai seorang ksatria terakhir, dilain sisi takdir lain yang betul-betul nyata adalah ketika mereka berempat menjadi satu kelompok berasal dari sebuah kecelakaan prosedural kecerobohan Tiger dengan tertukarnya tanpa sengaja gulungan yang berisi nama-nama kesatria yang asli tapi takdirlah yang menunjuknya sebagai seorang kesatria, bukan gulungan dari gurunya. Disanalah takdir bekerja, kebersamaan kami sebagai sahabat adalah kehendak takdir yang tak bisa kami tolak atau ubah.
Flash back sedikit tentang perjumpaan kami dimulai sejak 8 tahun silam (tahun 2008) pada Masa Penerimaan Mahasiswa Baru di Universitas Negeri Makassar, kami bertemu dalam ketidak-sengajaan yang sama, tepat dibawah pohon mangga depan Gedung Auditorium Amannagappa kami berkenalan, moment perkenalan kami tak begitu spesial, seperti halnya momen perkenalan biasa. Dia (Asmar) menyebut namanya samar-samar dengan senyum manis, sesungguhnya tak begitu penting bagiku mengenalnya saat itu, namanya hanya kuingat saat dia menyebutnya sesaat kemudian saya sudah lupakan, tak ada alasan bagiku mengingat-ingat namanya, dia tak gagah, kulitnya hitam, wajahnya yang kusam sebagai wajah produk kampung adalah sintesa keyakinanku bahwa memang dia tak penting tuk saya kenal, sumpah... Daun pohon mangga yang bergoyang waktu itu jadi saksi bisu. Takdir pun telah bekerja dalam keterbatasan kami, Kami tak bisa menolak ajakan takdir yang sejak lama menunggu kami melangkah ke bawah pohon tepat di tempat, waktu dan momentum  yang sama yang pada akhirnya mempertemukan kami berdua.
Kembali pada cerita Xiao Po (si Panda), Sungguh bijaksana sosoknya karena Xiao Po (si Pendekar Panda) selalu ceria dan bahagia meskipun dalam jiwanya terjadi perang dahsyat antara ego superioritasnya dan inferioritasnya. Sebagai sosok yang telah didaulat sebagai Pendekar terakhir oleh dunia tentunya akan sangat mengangkat harga dirinya menjadi superior tapi dilain sisi ego inferioritasnya sebagai biksu yang taat menjadi lawan yang tangguh, seiring berjalannya waktu dia berhasil membunuh ego superiotas itu dan mengirimnya ke nereka, transisi diri yang superior ke diri yang inferior bukanlah tanpa proses dan upaya yang mendalam melainkan dia harus melakukan perjalanan panjang kembali meremind diri dalam kelompok asalnya di bukit panda, belajar tentang pola hidup panda yang sejati, cara makan ala panda, serta nilai-nilai yang dianut oleh nenek moyangnya selama ini. Dalam konteks teori Psiko Analitik Carl Gustav Jung inilah yang disebut dengan Arkhetipe. Arkhetipe adalah kesadaran bersama yang dimiliki saat ini yang merupakan warisan peninggalan nenek moyang yang terafiliasi menjadi komponen individuasi. Proses pengungkapan kolektifitas kesadaran kolektif tersebut didapatkan melalui mimpi, pengingatan kembali, dan proses Peak Experience. Xiao Po telah menemukan dirinya, mendapatkan persona-nya sebagai individu yang utuh yang terikat dengan masa lalunya dan masa lalu komunitasnya. Seperti itulah Asmar, pada sosoknya yang selalu tersenyum manis, jiwanya adalah medan perang ego-nya.  Sekalipun demikian dia selalu ada dalam keadaan apapun itu. Hadir sebagai pahlawan yang menawarkan ide dan jurus-jurus retorika. Kemampuan itu saya fikir bukanlah hal yang tak berdasar melainkan hasil kalkulasi fisikal dalam Causal Theory's (sebab selalu melahirkan akibat). Kecerdasan dan kepiawaiannya bukanlah tanpa usaha dan kerja keras melainkan dia dapatkan dengan proses panjang melalui refleksi, belajar, dan mungkin dengan peak experience. Kami sering terlibat dalam diskusi-diskusi, belajar bersama, serta menjadi anggota dalam komunitas (Organisasi) yang sama. Sosoknya tak lagi asing bagiku sebab intensi kebersamaan yang kami rajut setiap saat. Sedikit banyaknya kebiasaan yang dia lakukan pun saya tahu. Namun bagaimanapun kedekatan kami tetap dia menyimpan rahasia dalam dirinya sama halnya dengan manusia biasa. sampai hari ini banyak hal yang menjadi tanya bagiku diantaranya; setiap pagi dia selalu mengusap-usap matanya 3 kali, sebelum tidur dia melipat tangannya menghadap keatas, mulutnya kumat-kamit tapi tak bersuara seakan sedang membaca mantra-mantra sakti, setiap mandi butuh kelipatan waktu 3 kali dari ranges waktu mandiku (lama mandi normal), dan sering kali dia menyendiri, menepi dari keramaian, kenapa...?????, apakah ada hubungannya dengan teori Jung diatas..????, mungkin itu adalah peak Experience, entahlah, tapi kuyakin dibalik kebijaksanaan, kecerdasannya, dan persona-nya terdapat pengaruh dari aktifatitas yang sering kali dia lakukan itu.
Begitulah deskripsi singkat tentang karakter dirinya (Asmar) yang tidak jauh beda dengan tokoh Xiao Po dalam film Kung Fu Panda. Sosok yang ceria, cerdas, mistikus dan misterius, serta haus akan tantangan dalam mewujudkan kebahagian diri dan kebahagiaan kolektif orang sekitarnya. Namun, dibalik kekagumanku tentang dia terdapat satu hal yang tak dapat kutolerir yakni ketidak-pekaannya akan cinta pendampingan hidupnya, selama kumengenalnya dia tak pernah memiliki pendamping hidup (konteksnya dipahami saja). Banyak yang telah mencoba merayu dan “menyadarkannya” tentang nilai-nilai hubungan bersama seorang perempuan, tapi selalu dia sangkali dengan satu jawaban singkat sekaligus sebagai Closing Statement karena selepas dia menjawabnya maka kita akan terdiam bisu tanpa kata lagi menerka makna, jawaban tersebut yaitu “itulah saya, saya bukanlah pemikat...!!”, Sebagai seorang yang cerdas dan bijaksana tentunya jawaban yang dia katakan itu menyiratkan makna, mari kita coba bedah jawaban tersebut. Sosok seorang Asmar adalah sosok muda yang berkarakter berasal dari Kabupaten Bulukumba, salah satu kabupaten yang punya tali historis yang panjang, kabupaten yang didiami oleh dua kelompok etnik yang saling berbaur dan terikat dalam satu visi pandangan yang sama, etnis tersebut adalah etnis bugis yang tersebar dibagian utaranya dan etnis Konjo-Makassar yang tersebar di belahan selatan, dia (Asmar) adalah hasil produk kawin-mawin antar etnik tersebut sehingga boleh dikata sosoknya merepresentasi keterikatan dua karakter yang menyatu dalam dirinya, tuk mengukur karakter koleftifnya (persona berdasarkan arkhetipus)  tentu menjadi pekerjaan yang sulit, sehingga persepsi kearifannya pun sedikit tersedimensi lewat penguatan kultur yang terakultarasi dalam dirinya. Afirmasi tentang 3 cappa’ (cappa’ lila-ujung lidah, Cappa’ Badik/ujung badik, dan Cappa’ Las..-ujung kelamin) pun dalam sistem genealoginya sulit untuk ditebak sekalipun disatu sisi persepsi sistem geneologi antara bugis dan makassar sangatlah dekat dalam sisi konten dan konteks. 3 cappa’ merupakan pendekatan ekspansi yang dipakai oleh suku bugis-makassar terkait perebutan pengaruh dan kekuasaan. Dari hasil pengamatan dan pengalaman empirik selama bersahabat dengannya, dia (Asmar) lebih terkonsentrasi pada satu aspek yakni pada pendekatan Cappa’ Lila (ujung lidah) baginya sensasi kebahagiaannya ada pada lidahnya yang menjadi kata-kata, kalimat-kalimat penuh romansa dan estitik, ucapan-ucapannya mengalun bak harum bunga yang tertiup sepoi, sekalipun hatinya kering dengan cinta, cinta pada wanita hanya dia asosiakan pada ibu dan neneknya, tak ada yang lain, sekalipun ada banyak perempuan yang mencobak menjebaknya dalam jeratan rasa tersebut tapi pada akhirnya dia (Asmar) tetaplah menjadi dirinya. Menurutnya bahagia tak begitu penting mendapatkannya melalui hawa (perempuan), dia tak ingin seperti Adam yang terikat oleh Hawa, ataupun Majnun yang digilakan oleh Laila, atau tak ingin seromantis Romeo karna baginya kebahagian cinta akan datang pada masanya sendiri, dia tak ingin terjerat ataupun menjerat, memikat ataupun terpikat, “biarkan cinta datang dan mempertemukan kedua hati yang tak saling menghamba, takdir akan berkehendak dengan kuasanya sendiri”. Sangat filosofis dan sufistik ungkapannya, inilah yang seringkali membuat kita tercengang kadang-kadang jika tiba-tiba dia mulai melidahkan buah fikirannya apalagi terkait tentang Romantik Linguistic.
Kita salut dengan keteguhan hatinya, memegang prinsipnya yang kokoh tentang pandangannya pada dunia, utamanya perihal yang terkait dengan “perempuan”, tapi sekokoh-kokohnya gunung berdiri suatu ketika akan meletus juga, itu adalah hukum Cosmic yang tak bisa dihindari, sekokoh-kokohnya hati seorang Asmar pasti pernah akan luluh juga pada seorang perempuan. Suatu ketika diantara malam yang tak begitu larut kami tercengang mendengar kabar-berita bahwa dia sedang sangat bahagia perihal jatuh cinta dan telah mengungkapkan cintanya pada seorang wanita. Wanita cantik yang ‘mungkin’ hanya wanita tersebut yang mampu meruntuhkan tembok prinsip yang pernah dia bangun, peristiwa ini menjadi momentum yang anomalik karna dia yang dulunya sangatlah menghargai prinsipnya sekarang harus dia taruh dengan pengalaman yang baru yaitu menjalin jalinan kasih bersama seorang wanita pujaan hatinya, prinsip “cinta alami” telah dia ingkari pada saat itu juga. Sangat dahsyat pesona wanita ini sampai-sampai mampu menenggelamkan prinsipnya kedalam liang kuburnya sendiri. Tapi entahlah mungkin ada peristiwa takdir yang tak mampu kita lihat didalamnya. Wanita ini menggelonggongkan perasaannya menjadi tak karuan, kami pun melihatnya sedikit beda pada hari-harinya kala itu. Sosok yang begitu ceria, periang, dan sosialis (berbaur dalam diskusi) kini seringkali berdiam diri, menyudut dikamar gelap fikirannya, terkungkung dalam dingin mencari sapaan yang indah pada sosok wanita yang dia cintai, kini dia tak lagi sering mengusap-usap matanya, lebih banyak diam dan berfantasi menuju puncak kebahagiaannya sendiri. Sekarang, baginya wanitanya adalah satu diantara alasan dia harus bertahan hidup, setiap hembusan nafasnya hanya nama wanita itu yang dia hirup, kami memaklumi itu karena itu adalah pengalaman awal dia merasakan sengatan semut cinta. Cinta pertama memang begitu indah bagi setiap orang, tapi apakah itu akan bertahan lama dan menjadi cinta terakhir..????, hanya dia dan wanita itu yang mampu menjawab pertanyaan tersebut.

Selepas waktu berlalu, hari begitu cepat melompat, setelah bulan-bulan berjalan tiba-tiba kami mendengar berita yang memilukan bahwa dia harus terpisah dalam status yang sama dengan wanita yang dia cintai, entah seperti apa kisah selanjutnya tapi kuyakin dia (Asmar) masih tetap sebagai dirinya dahulu yang punya resiliensi (daya lenting dari trauma dan masalah) yang kuat, pandangannya pada cinta semoga masih tetap sama bahwa biarkan cinta datang dengan caranya sendiri, beri ruang pada takdirnya memulainya kemudian hidup abadi dalam jiwa, dan kita akan jalani kebahagiaan bersama kelak.... abadi. 

Minggu, 01 Mei 2016

TITIP BAHAGIA UNTUK JINGGA

Jingga, kau pemuda yang digariskan tuhan menjadi penukar gelisah bagi mereka, dirimu laksana terang yang terbit di penghujung waktu. Kau menjadi pemenang yang menenangkan, yang memenangkan setiap perang yang kau tempuh. Tapi diantara kemenangan-kemenangan yang kau raih ada selaksa gelisah yang terpancar dihatimu laksana cahaya yang terbias ditumpukan air yang hinggap dipunggung daun di kala pagi, dia menyilaukan dan tak akan mampu kau terkah isinya. Tatapanmu begitu tajam menusuk seperti menumpangkan sakit dibalik mata-mata mereka. Jinggga kau telah menaklukkan sepenjuru hati tapi hatimu masih belum kau taklukkan, kau boleh tersenyum dalam setiap lipatan waktu tapi yakinlah bahwa setiap waktu yang berlalu jiwamu meredup perlahan, telah banyak kisah penaklukan yang telah kau torehkan, sosok penakluk yang tak berdaya karena kesendiriannya, mungkin kesendirian adalah musuh terbesar bagimu sehingga mendorong hasratmu menjajah jiwa-jiwa yang bersekan yang tak bertuan diluar sana. Kau dipertuan tapi tak bermahkota diatas singgasana jiwamu karena selongsong pistolmu hanya mampu kau todongkan pada mereka yang tak berdaya. Jangan jumawa Jingga karena dibalik kekuasaan yang kau raih ada rentetan penderitaan yang kau lewati, didalam hatimu yang bersorak pada tiap kemenangan-kemenangan yang kau raih ada bisikan yang tak mampu kau dengar berkata pada dunia bahwa “aku menderita...!!!”. Ingatlah, sekencang-kencangnya kakimu berlari kau takkan mampu mengalahkan waktu karena waktu akan selalu berada didepanmu. Maaf jingga, kau belum pantas menjadi tuan sebelum waktu mampu kau taklukkan.

Pernahkah kau dengar Jingga, tentang kisah juang sang penakluk Iskandar the Great yang menaklukkan seantero dunia dari masyrik ke maghrib. Dia anak yang lahir dari kesunyian dunia berikrar penuh tekad bahwa dia kan menyatukan seluruh potongan-potongan negeri, bercita-cita menguasai seluruh jiwa, dan menggenggam semua kuasa dalam genggamannya. Tapi tahukah kau bahwa kesunyian takkan pernah hilang dalam jiwanya, ketika dia menaklukkan sebuah negeri maka sontak datanglah kebanggaan bertengger di hatinya yang penuh tekad tapi jauh ke dasar jiwanya begitu rapuh karena dia harus melangkahi darah dan mayat-mayat yang berserakan di setiap medan perang, dalam setiap langkahnya yang kokoh matanya lemah tak berdaya memandangi hamparan kematian dan darah yang tumpah tercecer diatas tanah perang. Tahukah bahwa kepiawaiannya memerangi takkan mampu mengalahkan kesucian jiwanya yang fana, pedangnya yang tajam takkan mampu mengalahkan ketajaman hatinya yang terasah oleh waktu, serta panji perangnya yang berkibar hentak diudara takkan mampu menjulang tinggi diruang hatinya yang berangin lambai. Dia telah menguasai sepenjuru dunia tapi pada akhirnya jiwanya pun kembali sepi,,, sunyi.

Jingga, aku punya pesan yang ingin kusampaikan padamu perihal dunia dan cinta. pesan ini kutulis dikala sore redup diantara suara adzan yang mendayu-dayu diudara dingin, perlahan menjadi irama yang membius akalku dalam menyusun kata demi kata pada suratku. Suara debur ombak tak lagi kuhirau. Aku menulis menggoreskan penaku pada secarik kertas yang lembut, kutuliskan drama cerita perlahan membiarkan sang pena menari-nari kegirangan pada setiap huruf yang kubentuk rapih. Aku begitu bersemangat menulis untukmu sampai tak terasa senja begitu cepat berlalu, saat ini semangatku begitu berkobar karena momentum ini hanya mampu didapatkan sekali dalam setahun berlalu dan pula setahun ke depan. Rona jingga diufuk barat telah hilang ditelan samudera tapi disini dibawah sinar lampu yang redup perlahan aku masih tetap menulis untuk Jingga.

Dalam kesunyian awal malam, angin sepoi merambat pelan-pelan masuk melalui jendela kamarku, membelai lembut penuh hangat punggung bingkai jendela, seakan angin begitu rindu berjumpa pada sang kayu. Aku tahu, dulu sang angin dan kayu jendela itu pernah hidup damai dalam harmoni dibelentara hutan yang rimbun nan damai, ilalang-ilang liar menjadi saksi kebersamaan mereka tapi suatu waktu mereka harus terpisah oleh kerakusan dan ketamakan manusia. Mereka memisahkan cinta yang tumbuh suci yang saling menyatu dalam satu sisi rasa yang sama, merontokkan ranting cinta yang melakat pada hati mereka berdua. Tapi ingatlah bahwa dalam cinta tak mengenal hukum keterpisahan, karena pada jarak yang memisahkan cinta ada tali rindu yang setiap saat mengutas erat pada dua hati yang berjarak, semakin lama kau menjarakkannya maka semakin bergelora hasrat pertemuannya, cinta tak pernah mati terbunuh tapi hanya pergi sesaat dan akan datang meski pada rupa yang beda. Itulah semangat cinta yang takkan mampu diterka oleh akal yang fana.

Sejenak kita tinggalkan cerita romansa antara kayu dan angin, biarkanlah mereka saling berbagi rindu disana, saling membalai kasih, jangan sampai mereka terusik karena perhatian kita. Mari  kita kembali pada aku yang sedang menulis surat untukmu..

Diluar sana sedang hujan pada kurun jam berlalu, aku masih saja menulis sendu-sendu harap padamu. Merangkai bait-bait perasaan yang tersusun rapih menjadi deret kata yang bermakna. Kugores penaku layaknya memberi kesempatan pada jemariku melampiaskan libidonya. Seperti siklus konsep psikodinamika Freud, terjadi dominasi Id pada si jemari yang tak terbendung, dia masih saja asyik meluapkan birahinya menjejali baris-baris kertas yang sejak awal tadi kosong putih bersih tanpa goresan. Melupakan seruan adzan, tak menghirau desingan hujan yang jatuh merintik diatap rumah, dan tak ingin menyaksi cumbu kayu dan angin, tak ada kata lelah pada dirinya sampai-sampai gelas putih berisikan air yang tegak berdiri diujung kertas tak dia hirau karena dia tak sedang kehausan tapi dia sedang birahi pada pena yang sejak tadi dia peluk, mereka berdua tak akan berhenti hingga menemukan klimaks pada ujung deret surat. Udara dingin perlahan merangsek masuk, diam-diam ingatanku menemukan potongan kisah dalam tumpukan kisah masa lalu yang telah kusam. sebuah frase tentang hujan:

frase hujan..

hujan hari ini, awalnya hanyalah tanda-tanda. ada awan yg mendung, tak ada angin sepoi, udara pengap, dunia terbungkus awan pekat, langit begitu pekat dan sedikit lagi gelap. hiruk pikuk jalanan, kendaraan begitu liar melaju, kerikil-kerikil tajam tak dihirau oleh mereka yg seperti kesetanan, diburu oleh kecemasan kota. berpacu dgn waktu krn hujan sebentar lagi datang.

begitulah hujan memberi tanda tentang jalan kedatangannya hingga dia datang disela waktu yang tak terkira. Pada sore tadi hingga malam saat ini. Mungkin seperti itu pula cara kedatangan cinta, menyampaikan tanda-tanda kedatangan tapi tak memberi kepastian kapan dia akan datang.

disaat hujan tumpah maka sekejap lahirlah sunyi, udara perlahan mendingin, kepengatan pergi diusir oleh rintiknya yg perlahan, yg ada hanya suara rintik yg membentur atap, iramanya indah bak denting piano yg mengalun diantara sunyi. kemudian tidurlah mereka kawan-kawanku dgn iramanya.

kala hujan terus rintik perlahan menyusun melodi dan irama untuk mereka yang lelap sementara aku disini sedang menepis ingatan pada mata sayup yang malu itu, aku larung dalam kenangan perjumpaan sesaat. seperti air hujan yg menyisir sela tanah, mengalir sangat cepat pada aliran deras sungai. hujan malam ini bekerja menyusun kenangan jumpa yang berlalu, kuartal demi kuartal kejadian dia ungkap. mengalir pelan perlahan menenggelamkan khayal dalam arus masa lampau. Saat itu sekejap waktu berjalan melambat. seperti itulah hujan membius. Entah kenapa hujan begitu bersahabat dengan damai masa lalu.

selepas hujan berlalu tak ada yg dia tinggalkan selain tetes air yg perlahan menetes disudut atap menimpali bunyi lompatan detik jam yg melompat pada baris-baris detik yg teratur. dalam sunyi keduanya saling membagi irama, saling melengkapi menjadi nada-nada pembius. Dalam ikatan nada tanpa lyric, nyanyian, dan tarian. Hingga rintik berlalu dengan mudahnya meninggalkan segenap damai yang ada. Yang tersisa hanya detik yang terus melompat dengan tabah. Keduanya memang tak bisa lama bersama karena mereka dicipta dari dunia yang beda, mereka hanya direkatkan oleh keadaan alam yang hanya sejenak membias. Bukan kah cinta Merahmu pernah demikian Jingga...???.

hujan pergi begitu tiba-tiba, pamit begitu saja, dengan salam permisi yang congkak. Tanpa menyisa kata yang mengharapkan. Dia pergi begitu saja. tak punya sopan santun. Dia hanya menyimpan genangan-genangan terka. yg tersisa tinggallah kesedihan, sendiri menghitung detik-detik waktu. Pada hari-hari selanjutnya dia masih saja mengharap hujan datang walaupun dia tahu bahwa alam punya kuasa berkehendak beda pada harapnya karena hujan hanya datang membias pada musimnya saja... Lupakan dia (Cinta Merah) itu, dan carilah Hujan yang datang kala sore yang men-Jingga..

seperti itulah hujan datang kemudian pergi, setelah datang memberi sunyi. pada hari-hari yang terus menitip harap, pada hari-hari selanjutnya.... kemudian dia pergi tak menyisakan apapun selain tetesan-tetesan kesedihan pada sunyi yang sama.

*********

Jingga, tahukah kau makna tentang potongan-potongan kisah yang kubuat untukmu kali ini. Kau pasti bingung tentang alurnya, dan seperti apa makna yang kubentuk pada deret-deret katanya...????. tulisan ini kubuat dalam penggalan-penggalan paraghraph yang tak saling terikat. Tapi didalamnya ada fakta yang penyiratkan nilai dan kau harus tahu. Bahwa jadilah seorang pemuda yang hidup di dunia dari banyak kepingan-kepingan cerita, temukan setiap kepingan-kepingan makna pada setiap kejadian yang berbeda maka kuyakin kau kan tahu makna tentang perjalanan hidupmu ke depan yang akan kau tempuh. Bukankah hidup ini seperti puzzle yang terdiri dari potongan-potongan kejadian yang saling terikat. Siapa yang mampu menyusunnya menjadi sebuah puzzle yang utuh maka hidupnya kan bernilai. Bukankah seperti itu dirimu jingga,, ???, bahwa dulu kau pernah punya potongan kisah merah yang menderang tapi suatu waktu merahmu memudar pada sebuah jejak peristiwa yang memilukan jiwa, hatimu harus kau sandarkan pada sandaran ketabahan, seakan adat tak lagi menjadi kawan baikmu. Selepas peristiwa itu Kau harus tertatih dikarenakan hari-harimu akan kau jalani dengan kesendirian hingga kau harus menjaring sinar merah itu, menangkapnya kemudian memenjarakannya dalam penjara gelap jiwa hingga rona merahnya tak lagi ada. Kini, Merah itu telah tiada, dia telah termakan waktu, hilang digantikan cahaya Jingga yang memberi sinar terang dihatimu, menerangi segenap relung jiwamu. Senyumanmu yang dulu kosong kini telah terisi cinta. Begitu tulus dan penuh kedamaian... tapi ingatlah Jingga, puzzle-puzzle hidupmu belum kau selesaikan, Kau baru berhasil menemukan kepingan-kepingannya tapi belum kau rapihnya menjadi utuh...

Jingga, kau pemuda yang cerdas, dibalik kematangan usiamu terkurung jiwa yang sedikit lagi ranum. Pada kisah diatas ada ekspectasi yang kutitip lewat makna-makna yang saling terikat tentang Jingga yang telah lama kukenal. Dia (jingga)  dikenal ceria dan seorang lelaki yang pemberani. Tapi kegundahannya tak mampu dia sembunyikan dariku, ada ruang gelap yang menutup satu sisi hatinya, tentang sebuah kisah masa lalunya yang membenak. Kuharap dia (Jingga) selalu belajar bahwa masa lalu janganlah dikenang tapi jadikanlah sebagai pemandu cita masa depan yang lebih baik. Dia (Jingga) yang bijaksana kan menemukan Jingga-nya disuatu sore yang kokoh.. mungkin sekarang dia telah menemukannya pada penghujung masa usia ke-30-nya yang berlalu...

Jingga, tahukah kau bahwa surat yang sedari tadi kubuat untukmu hanya berisi satu paraghraph saja, yaitu;

Dear Jingga...

Telah banyak kisah yang kau lewati, mungkin pernah kau temukan kisah pilu pada masa yang lalu. Sebuah niat tulus yang kau jaga harus dirampas oleh adat dan waktu. Sekarang, kau menemukan warna yang baru, kapan kau kan balas dendammu pada adat dan waktu yang pernah berlaku begitu kejam padamu...????. Bolehkah kutahu,,,!?.

Jogjakarta, 01 Mey 2016

Sahabatmu,,