Sabtu, 21 Januari 2023

Senja-Senja Terakhir

 1

Cerita ini bermula dari sepasang kekasih yang saling mencintai tapi terpaksa saling merelakan dalam sebuah peristiwa perpisahan yang dramatis. Hingga akhirnya mereka saling menyadari bahwa hubungan percintaan diantara mereka itu tidaklah abadi, terlalu singkat, sebagaimana senja yang datang dan pergi begitu singkat.

Hanya hitungan hari, tidak cukup seminggu mereka harus kandas dalam rangkaian kata-kata perpisahan, tenggelam dalam samudera romantisme perpisahan yang dalam. Hingga mereka menyadari betapa buruknya hubungan ini. Tapi sebelum keduanya memutuskan tuk tidak akan saling menemukan, mereka bersepakat berpetualang mencari sebuah senja yang paling indah, yang tidak pernah mereka temui sepanjang hidupnya, dan kelak akan mereka abadikan sebagai senja terakhir bagi hubungan mereka berdua.

"Bunga, bagaimana menurutmu tentang senja ?".

"Bagiku, senja yah senja, biasa saja, sebuah peristiwa alam yang memisahkan terang dan gelap, siang dan malam".

"Bagimu itu biasa saja ?".

"Iya, aku tak begitu menggemari senja, aku lebih suka berjalan-jalan dalam keramaian kota sambil mencari-cari tempat yang nyaman tuk disinggahi".

"Kenapa ?, bukankah senja adalah pemandangan terindah yang tiap-tiap orang ingin mengabadikannya sebagai potret alam dengan ribuan makna yang terkandung di dalamnya".

"Lalu apa yang salah dari itu ?, bukankah kenyamanan itu dibuat bukan dicari, seperti kalian yang mengejar senja tanpa bisa mengubah penampakan senja yang datang di hadapan kalian ?"

"Justru itu, aku ingin seperti itu, membuat senja menjadi bermakna karena adanya dirimu di sampingku, kemudian kau menjadi bagian dari senja yang paling mengesankan itu di sepanjang masa depanku".

Suasana menjadi hening, diam.

"Bunga, sebelum kita benar2 berpisah aku ingin mengajakmu berkeliling pulau ini mencari sudut tempat yang luas dan indah, tak seorangpun disana, hanya kita berdua disertai senja yang pudar perlahan. Disana kita kan saling termenung, merenungi nasib perpisahan yang sebentar lagi tiba. Aku ingin merangkulmu erat di sela-sela terbenamnya matahari merah ke dalam dasar samudera".

Lalu mereka memutuskan pergi bersama, di setiap hari, berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dari senja ke senja selanjutnya. Hingga hari perpisahan itu tiba tak seorangpun yang tahu apakah senja yang mereka cari telah mereka temukan. Hanya mereka berdua yang tahu.

*********

2

Tabir tentang masa depan selalu menjadi teka-teki yang paling misterius dalam perjalanan hidup setiap manusia, tidak satu orangpun yang tahu bagaimana takdir bekerja untuk manusia, bahkan untuk urusan masa depan dari sebuah hubungan pernikahan sekalipun.

Takdir bisa bekerja seperti matahari yang datang dengan sinar mentari pagi yang menghangatkan dan menutup sebuah perjalanan hari dengan pendar cahaya senja yang teramat indah. Tapi di sisi lain takdir juga bisa berlaku lebih serius dari apapun, bisa sekejam ibu tiri dan sepahit cacian dari seorang mertua.

Ada yang luput dari perhatian pria itu ketika dia memilih menikah. Dia yang biasanya piawai dalam mengenal seseorang ternyata harus mengaku bodoh dalam urusan mengenal calon istrinya. Dan genaplah semuanya ketika dia bersepakat mengutas tali pernikahan bersama seorang perempuan yang kelak dia sebut istri.

Awalnya, hubungan pernikahan mereka berdua nampak baik-baik saja. Hari-hari mereka jalani sebagaimana pengantin baru biasanya, mereka hidup dalam ribuan bahasa paling romantis dengan gendre musikalitas yang aduhai. Puisi-puisi indah mengalir lembut sepanjang aliran sungai serayu yang damai dan tenang. Tapi ternyata waktu tidak dapat dihentikan, pernikahan mereka harus kandas di usia yang teramat belia.

"Berhentilah mengutuk senja".

"Agghhh senja memang begitu, dia datang dengan rona merah yang indah dengan guratan garis-garis jingga seakan-akan sebentar lagi kita segera memasuki opera senja yang mengesankan. Di dalam sana langit senja menjadi latar tapi justru senja tak membawa kita kemana-mana selain pada dunia yang dipenuhi kegelapan. Dan malam benar-benar nyata setelah senja merelakan dirinya hidup di dalamnya".

"Tapi senja tak pernah menyakitimu, apalagi mencampakkanmu, hanya kau sendiri yang terlalu berharap besar pada senja yang datang ke hadapanmu, sementara itu kau tidak melakukan apa-apa, hanya diam di tempatmu, dan terus mengutuk senja, dan membencinya tanpa tahu bagaimana matahari senja begitu jujur pendar di ufuk barat. Lantas sesempurna apakah senja yang kau inginkan ????".

Hening, diam

"Jika demikian, jika senja tak bisa memberikan apa-apa sebagaimana yang ku harapkan maka hari ini, saya berjanji; sepanjang sungai serayu terus mengalir, aku kan meninggalkannya, berusaha melupakannya, dan akan berhenti memujanya sebagai peristiwa yang tiap-tiap hari ku nantikan dalam kehidupan ini.

Pernikahan mereka pun terpaksa harus kandas sesingkat senja berlalu.

******

3

Waktu betul-betul tidak bisa dihentikan, melompat dari satu peristiwa ke peristiwa yang lain, dari satu senja ke senja selanjutnya, dan pada tiap-tiap orang yang berbeda. Waktu tidak pernah berhenti pada semua orang dan pada apapun itu. Lantaran waktu tak pernah mengenal perulangan maka setiap masa lalu hanya dapat diceritakan dan tidak bisa dikembalikan. 

Hubungan mereka berdua rumit dan berliku, seperti garis-garis hitam yang serupa bayangan matahari yang tumpah di permukaan samudera pada sebuah lukisan senja. Meraka menjadi gambaran sederhana bahwa hidup tidaklah mengenal perulangan. Kesalahan masa lalu hanya bisa diperbaiki di masa depan tapi tidak dapat dikembalikan ke masa lalu. Mungkin begitulah yang dapat menjadi pengantar cerita tentang hubungannya dengan wanita ini.

"Lalu kau ingin kembali ?"

"Aku ingin menjadi senja dalam kehidupanmu yang tiap-tiap hari datang menjengukmu dan mencintaimu kembali, dan bahkan jauh lebih dapat kau percaya dari sekedar langit senja di sore hari. Aku ingin seperti itu jika kau menerimaku sebagaimana kelapangan jiwa samudera yang terus menerima matahari hari demi hari setelah jauh mengelana ke dataran timur nan subur. Tapi apakah kau ingin setelah semua hal telah terlanjur ?, dan rupa senja yang ku bawakan padamu telah jauh berbeda dari sebelumnya ?".

Hening, lalu wanita itu kembali bicara.

"Apapun alasannya, semua punya peluang selama senja yang lain belum datang"

"Tapi bukankah pemandangan senja yang terus kita temui selama ini selalu lahir dari satu sinar matahari yang sama ?, dan kita tidak pernah benar-benar berpisah selama ini karena rangkaian peristiwa demi peristiwa terus kita ceritakan dalam kisah perjalanan kita, dan kita selalu mengintipnya dari waktu ke waktu.

"Aku hanya takut salah, tapi mari kita coba bagaimana senja itu tak lagi salah terbenam di sudut samudera yang salah. Atau di sela-sela pulau harapan yang diatasnya di tumbuhi bunga-bunga, katamu".

Lalu hening, dan ia melanjutkan.

"Tapi sebelum itu, jujur ku katakan bahwa kebahagianku bersamamu bukan hanya  sekedar menatap senja di detik-detik tenggelamnya matahari,. Semua hal adalah senja ketika bersamamu. Sumpah, kau jauh lebih indah dari seluruh senja yang pernah kutemukan selama ini. Kau boleh mengatainya bohong, tapi itu jujur, apa adanya, tanpa tendensi apapun.

Hening, lalu ia melanjutkan.

"Kau percaya kan bahwa senja bukanlah akhir dari segala kesadaran kita ?, dan kau pasti percaya kan bahwa senja esok hari akan kembali dengan tampakan pemandangan yang jauh lebih indah dari sebelumnya ?, maka dari itu kau perlu jauh lebih tulus menikmati senja-senja yang akan kau temui di hari-hari yang akan datang agar esok hari selanjutnya senja datang dengan bingkisan senja yang jauh lebih indah dari senja yang pernah kau temui".

Hening lagi, dan ia melanjutkan.

"Dan kau mau tahu kenapa aku selalu mengajakmu mengejar senja selama ini !?, agar kau dapat memahami bagaimana cinta itu tumbuh penuh kesabaran dan ketegaran, agar kau dapat memahami bagaimana langit dan bumi itu menyatu dalam pantulan-pantulan merah-jingga yang teramat indah, juga agar kau dapat menjadi senja yang tak pernah ingkar menepati janjinya. Tapi sudahlah, seperti biasa, kau hanya pandai berhitung tentang detik-detik kedatangan dan kepergian, dengan ribuan rumus-rumus matematis yang rumit. Tentang bagaimana ketepatan peluang yang dapat kau curangi di dalamnya.

Hening, dan dia melanjutkan.

"Dari dulu kau tahu bahwa aku tak pandai berhitung, apalagi menghitung ketepatan dan peluang-peluang kecurangan dari hubungan kita. Aku hanya dapat mencintaimu tulus, apa adanya, dan mungkin kau tidak akan pernah temukan itu dari orang lain. Dan percayalah, di suatu waktu, saat kau tak lagi mampu menghitung jarak tempuh dari perpisahan kita, dan saat-saat itu kau tiba-tiba melihat senja yang begitu merah di langit luas maka ku pastikan saat itu juga kau kan mengingatkanku sebagai rupa yang pasti kau rindukan.."

******

4

Lalu, matamu mendidih, ingin mengalirkan air mata. Mata merah semerah langit senja kemarin..


Takalar, 22 Januari 2023


Ince Hadiy Rachmat . Senja-Senja Terakhir, Tenggelam di Bibir Samudera


Tidak ada komentar:

Posting Komentar