LAGI-LAGI tentang sepi. Aku sudah bosan bercerita tentang sepi, apakah kau tidak bosan membaca tentang sepi ?. Aku fikir kau pun sudah bosan membaca tentang sepi dan tenggelam ke dalam frase dan kata-kata yang terus diulang-ulang. Seperti kata Hening, sunyi, dingin, sendiri, pelan, dan seluruh kata-kata lainnya yang berhubungan dengan kata-kata itu. Kebosanan itu pun semakin menggurita karena terus dibaca berulang-ulang. Lalu bagaimana cara membuat hal-hal yang membosankan terasa menarik ?, Itu nampaknya sulit. Tapi kau sudah memintanya, dan itu lebih sulit untuk ditolak.
Baiklah, kan kuceritakan padamu perihal lelaki sepi. Seorang laki-laki yang gila karena kesepian, tergila-gila pada kesepian, dan membuat hal-hal gila dalam kesepian. Sesuatu yang jauh lebih gila dari menjadi orang gila di dalam kesepian. Seperti simulakra, perihal kesepian dan kegilaan adalah dua simbiosis yang tidak pernah berujung dalam hidupnya. Bertali-talian dan tidak dapat terpisahkan satu sama lain.
Namanya tidak perlu disebut. Bila kau merasa penting memberinya nama maka nama apapun yang kau sematkan itu benar. Yang paling penting yang harus kau tahu bahwa lelaki itu adalah seorang laki-laki yang tidak mampu memisahkan cinta dan kesepian. Tidak bisa melihat perbedaan keduanya sebagai kutub yang saling berlawanan. Baginya, cinta dan kesepian adalah dua hal yang sama-sama memberikan kegilaan. Sama2 menjajikan kenikmatan dan candu. Juga menganggap keduanya sama saja. Cinta dapat membuat orang menjadi gila, dan gila adalah sisi klasik dari sebuah proses mencintai. Semakin dalam rasa kecintaan maka semakin gilalah seseorang dalam mencintai. Dan semakin gila seseorang maka semakin tuluslah rasa cintanya. Orang2 gila hanya terobsesi pada cinta, dan semakin cinta seseorang maka semakin tergila-gila lah dia pada kekasinya. Sampai pada akhirnya orang gila itu akan lebur ke dalam lubang kegilaan yang gelap. Tidak dapat melihat apapun selain wajah kekasihnya saja, tidak bisa keluar dan tidak pernah ada jalan keluar.
Bagi lelaki itu, gila bukanlah bencana yang turun dari langit tapi gila adalah pilihan. Aku lebih suka menyebutnya sebagai anugerah untuk laki-laki itu. Dan jauh lebih tepat disebut sebagai kebajikan. Gila karena cinta meniscayakan ketulusan. Perasaan yang jauh dari logika dan tidak mengenal untung rugi, benar dan buruk, serta hitungan-hitungan matematis kehidupan. Orang-orang gila karena cinta telah kehilangan akal dan fikirannya tapi tidak pernah kehilangan perasaannya. Dia mencintai apa adanya, menyayangi kekasihnya melampaui kadar kecintaannya pada dirinya sendiri. Hitunglah sendiri sudah berapa dia telah berpisah dari kekasihnya tapi dia masih saja mencintainya hingga saat ini.
Jauh kedalam lubuk hati laki-laki itu, tumbuh ketulusan yang melampaui logika dan akal fikiran. Ia tahu bahwa itu membuatnya terlihat bodoh dan tolol dihadapan orang lain, bahkan dihadapan dirinya sendiri. Tapi cinta menjadi hantu yang keras kepala di dalam hatinya, yang tidak mau pergi walau sebentar saja. Kau mau tahu bagaimana cinta bisa seperti itu ?, karena cinta adalah makhluk yang paling rakus di dunia ini. Dia tidak mengenal kaya-miskin, jelek-gagah, hitam-putih, atau pintar-bodoh. Semua hati dan perasaan orang-orang yang jatuh cinta dia lahap hingga habis. Tak peduli dengan status sosial apapun itu. Banyak orang-orang kaya yang jatuh cinta pada yang miskin atau gagah pada yang jelek. Dan itu wajar, karena cinta itu buta. Laki-laki itu telah dibutakan oleh cinta, maka dia tak mau pergi kemana-mana, hanya di tempat, di sisi kekasihnya.
Lantaran cintanya yang buta maka dia menjadi gila, dan karena tergila-gila maka dia mengenal kesetiaan, walau dia tahu bahwa suatu hari nanti dia pasti kan menemukan kehilangan, lalu menjadi kesepian. Karena kesepian maka laki-laki itu menulis puisi. Kebutaan membuat hari-harinya penuh warna. Dia melihat warna-warni kehidupan dalam kegelapan yang pekat. Ada pelangi di pancaran wajah kekasihnya, dia melihatnya lewat hati dan perasaan. Coba kita buat eksperimentasi senderhana atau sebatas pertanyaan-pertanyaan kecil untuk hal-hal itu. Pertama, apakah kamu tahu bahwa semua orang-orang yang sedang dimabuk cinta ketika ditanyakan tentang perasaannya saat ini maka mereka kan menjawab bahwa itu lebih nikmat dari melihat warna-warni pelangi di suatu senja di sebuah sudut pantai. Bahkan, cinta jauh lebih nikmat dari tumis kangkung masakan ibu.
Lelaki itu sangat terobsesi pada kesepian sebagaimana dia terobsesi pada kekasihnya sendiri. Dia suka membangun suasana menjadi serba sendiri. Serba tersudut. Dan terus-menerus kesepian. Karena kesepian maka dia merasa lebih pandai, pandangannya lebih luas menembus batas-batas material. Dia lebih leluasa berimajinasi di dalam kesepian. Kau dapat melihatnya di malam hari, sebelum cahaya purnama terbit, dia selalu meneunggu kekasihnya. Dia menganggap bahwa rembulan yang tergantung di langit malam adalah kekasihnya sendiri.
Dia pernah menulis prosa tentang perpisahan. Dia bilang bahwa “Perpisahan adalah upacara menanti hari-hari datangnya kesepian. Perpisahan adalah pintu kesepiqn. Mereka yang membuka pintunya harus siap menjalani kesepian. Sendiri menikmati rasa sakit. Dan hanya rindu yang akan terus dia hirup. Di dalam sana dia kan terus merapal doa-doa dengan diam-diam. Dan, jika doa2 itu dia rasa takkan mungkin terjawab maka dia kan ubah doa2 itu menjadi mantra kesepian yang akan terus terngiang di telingamu”.
Perpisahan menjadi pecahan takdir yang paling misterius dalam kehidupan percintaan, tapi tiap-tiap orang harus siap menyambut datangnya perpisahan. Peristiwa ini dia sebut sebagai jalan menuju kesepian. Jalan yang harus diterima dengan sebaik-baiknya penerimaan. Jalan yang tidak punya jalur kembali. Jalan yang jika kembali berarti memberikan ruang pada kesakitan-kesakitan yang baru untuk terulang. Cinta selalu begitu, jauh lebih sulit menerima perulangan ketimbang menjalani perpisahan.
Lelaki itu sudah menerima perpisahan sebagai sebuah takdir yang tidak dapat terulang. Dalam prinsip kehidupannya, berpisah berarti telah kehilangan segala-galanya dan tidak akan pernah mendapatkannya kembali walau tidak dengan segala-galanya. Dia tahu bahwa ini bukanlah akhir dari segala-galanya maka dia menjalaninya. Sebagaimana purnama yang hilang dalam lompatan waktu, seperti itu pula kehilangan dia lompati dengan teramat tabah. Hari demi hari yang penuh kesepian dia lewati. Dadanya sesak di tiap-tiap malam. Sejak perpisahan itu terjadi, tidak ada lagi yang mengucapkan selamat tidur untuknya, membawakannya segelas air putih, dan mengingatkannya tentang pagi yang penuh cinta. Atau sekedar menemaninya menulis puisi sambil tersenyum padanya.
Dia pernah diceritakan tentang cerita kesepian di masa kecilnya. Konon katanya, Di malam hari saat seluruh orang tertidur maka kesepian akan pergi diam-diam ke suatu tempat. Terbang ke langit luas, bertemu dengan kesepian-kesepian yang lainnya, dan saling bercerita soal kegelisahannya masing-masing. Kesepian itu terbang menembus langit malam, mencari jalan tuk sampai ke tujuan menjadi bintang gemintang lalu bercerita tentang kesepiannya dengan bintang-bintang kesepian yang lain. Di subuh hari kesepian itu kembali ke tempatnya masing-masing menjadi mimpi. Hanya saja, hanya orang-orang yang rindu yang dapat mengingat mimpinya kembali.
Setelah kau hitung maka sudah hampir puluhan purnama kehilangan menimpanya. Sekalipun tidak setiap malam rembulan menjadi purnama tapi di setiap malam dia tabah menunggu datangnya purnama. Hingga pada akhirnya rembulan menjadi rupa yang paling asing baginya. Dalam rasi cahaya bintang dia telah kehilangan wajah seseorang yang selama ini dia sebut sebagai bintang kejora di dalam kehidupannya. Tapi Dia telah terlanjur kehilangan. Disinilah awal dari ribuan prosa kesepian itu tercipta. Aku telah membacanya, bahkan kau yang tidak kesepian akan menjadi kesepian karena terhanyut ke dalam narasi perpisahan lelaki itu.
Kupastikan, untukmu kesepian menjadi racun yang mengerikan. Kau kan mengalami rasa sakit dari kesepian yang tidak akan pernah sembuh oleh obat apapun. Saat itulah kau akan membenci semua orang, khususnya pada orang yang membuatmu kesepian. Kau kan menghindari suasana kesendirian, maka kau mencari suasana yang paling ramai di sekitarmu, tapi kau masih merasa kesepian di dalam sana. Kesepian telah membuatmu betul-betul tersesat. Tapi bagi lelaki kita itu, kesepian justru menjadi penawar dari segala penderitaan yang menimpanya. Karena di dalam kesepian dia bebas berimajinasi dan menulis jutaan puisi-puisi cinta. Kesepian membuat otak melankolisnya semakin tajam.
Pernah di suatu pagi, dia duduk berjam-jam lamanya di pekarangan rumahnya hanya untuk menikmati pagi yang datang merambat pelan dari moncong bukit. Dia biarkan tubuhnya disesari dingin udara pagi, hingga hangat mentari mencubit kulit tipisnya. Pada embun pagi yang hinggap di punggung dedaunan dia membuat sebuah puisi cinta. Katanya: “Duhai cinta, bahkan aku rela menjadi embun pagi untukmu. Membasuh kelopakmu, dan memeluk tubuhmu dingin. Di tiap pagi, di saat mentari belum jua terbit”.
Dia masih disana hingga mentari membara.
“Andai kau tahu bagaimana nikmatnya kesepian ini, kau pasti kan datang padaku malam ini serupa mentari yang memelukku hangat. Berdua kita nikmati panasnya malam. Saling membelai jiwa masing-masing dan membaca kegelapan yang terbentang di hadapan kita. Kita nikmati kesepian sayang, jangan peduli pada bunyi apapun selain pada suara yang kita tautkan berdua. Wajahmu samar di dalam kegelapan tapi esok kau kan terbit seterang mentari pagi ini”.
Di sore hari, lelaki itu semakin keras kepala. Dia masih tetap duduk di tempatnya, menikmati angin sepoi yang merangkak ke ujung bibirnya. Seolah-olah yang datang adalah kekasihnya dalam rupa sepoi yang membisikinya lembut.
Lalu dia tiba-tiba bergumam. Gumamnya singkat, samar.
“Aku juga rindu”.
Angin berlalu, sore pun demikian.
Lelaki itu semakin keras kepala. Di senja hari dia masih duduk di tempatnya. Sendiri menikmati nyanyian burung gereja. Di bawah teduh rimbuh daun cemara, angin bertiup lembut, dan kemilau senja yang mulai terlihat menambah syahdu suasana.
Sejak peristiwa itu dia mulai menghitung jarak waktu perpisahan. Dari senja waktu itu, malam menjadi pagi lalu menjadi siang, sore pun kembali menjadi malam dan terus seperti itu hingga ratusan hari lamanya berganti satu demi satu. Tanpa sadar dan tak terasa.
Berapa banyak pergantian telah dia lalui. Seluruh peristiwa itu dia lewati sendirian. Sejak detik itu juga, di setiap harinya, di setiap tempat yang memiliki senja dan kebetulan dia sedang disana, maka dia pasti menyempatkan dirinya berhenti sejenak, mencari tempat lapang, lalu duduk sekian lamanya menghadap ke arah barat hanya untuk memandangi kepergian senja.
Tidak ada yang lebih hebat dari saat-saat perpisahan dengan kekasihnya. Bahkan dia mampu menulis jutaan peristiwa-peristiwa perpisahan yang dia temukan dalam hari-harinya. Kau harus tahu sebutan tulisan itu sebagai sebuah nama yang dia sebut Memoria Kehilangan. Di dalam sana hanya ada cerita-cerita perpisahan, selain itu tidak ada. Seekor sapi yang mati di pinggir telaga sebulan yang lalu karna tersengat semut berapi pun tidak luput dari catatannya.
Lalu dia sadar bahwa dia telah lama menulis puisi. Menulis catatan-catatan perpisahan. Dia lalu datang menjenguk kekasihnya. Mengetuk pintu rumahnya. Pintu pun terbuka. Namun wanita itu tak melihat seseorang di depan pintu, lalu kembali menutup pintu. Lelaki itu barulah sadar bahwa dia tak mungkin terlihat. Tubuhnya telah terkubur di bawah kayu nisan bertuliskan: MALIANG BIN BASO. Wafat: 02-07-2019.
Makassar, 16 Februari 2020. Daeng Palalang. Penulis suka menulis puisi.
Dan lelaki itu......
BalasHapusDan lelaki itu hidupnya kesepian..
Hapus👍
BalasHapus👍
BalasHapus